Rabu, 04 Juni 2008

seminar to UNY

Pembelajaran Matematika Berbasis Teknologi Untuk Memaksimalkan kemampuan PEMAHAMAN KONSEP, PEMECAHAN MASALAH dan afektif
MATEMATIK Peserta Didik


ARTIKEL KAJIAN
(Hasil Studi Penelitian Internasional Pendidikan Matematika)


Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika
di Uneversitas Negeri Yogyakarta
30 Mei 2008

















Disusun oleh :
Drs Rudy Kurniawan, M.Pd
NIDN. 0414126601






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN YASIKA
MAJALENGKA
2008
Pembelajaran Matematika Berbasis Teknologi untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep, Pemecahan Masalah dan Afektif Matematik Peserta Didik
( Artikel Kajian Hasil Penelitian Internasional Pendidikan Matematika )
Rudy Kurniawan
(STKIP YASIKA Majalengka)
krudy41@yahoo.com

Abstrak
Kajian hasil penelitian internasional pendidikan matematika yang berbasis teknologi ini diarahkan untuk menemukan isu-isu pembelajaran matematika terkini yang dapat dijadikan salah satu sumber utama untuk mendorong para praktisi pendidikan dalam meningkatkan doing math peserta didik, yang mungkin timbul dari praktek pembelajarannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa teknologi pembelajaran matematika berupa Kalkulator Grafik, Sistem Multi Media Teknologi Komputer serta Evaluasi pembelajaran matematika berbasis web-komputer dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep, pemecahan masalah matematik dan sikap peserta didik terhadap matematika, diberbagai level pendidikan. Walaupun demikian, peranan guru, rancangan materi ajar, mathematical task, kondisi dan kemampuan siswa, perkembangan mental, kemampuan prasyarat peserta didik, sarana dan prasarana serta aspek-aspek pedagogis harus dipertimbangkan dalam pelaksanaannya, sehingga aspek kemampuan doing math dan afektif yang diharapkan dapat tercapai.

Kata kunci : Pembelajaran berbasis teknologi, kemampuan doing math.

A. Pendahuluan
Pembelajaran matematika yang sering dilakukan pada level sekolah dan perguruan tinggi pada umumnya menggunakan pembelajaran konvensional, pembelajaran tersebut dilakukan berupa penyampaian materi, latihan penyelesaian soal, pemberian tugas-tugas, dan diakhiri dengan ujian tulis peserta didiknya.
Pembelajaran konvensional berjalan satu arah, aktifitas mental proses pembentukan konsep matematika (minds on) peserta didik kurang dilibatkan, pembelajaran berkesan tidak bermakna, bahkan tidak jarang suatu konsep tertentu hanya dipahami sebagai bentuk hafalan, bukan sebagai pengertian, sehingga konsep-konsep tersebut akan mudah hilang. Bahkan, yang lebih memprihatinkan, terkadang konsep matematika dipahamani secara keliru (miskonsepsi), sehingga peserta didik tidak mampu menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajarinya untuk memecahkan suatu permasalahan.
Pembelajaran berbasis tehnologi adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif dari pembelajaran konvensional. Pembelajaran matematika berbasis tehnologi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pembelajaran matematika sebagai sebuah pembelajaran konsep yang dipelajari secara formal deduktif, dan pembelajaran matematika sebagai sebuah aktivitas manusia yang aktif dinamik. Dengan demikian, proses pembelajarannya akan melibatkan konstruktifitis pengetahuan secara aktif dan menyenangkan, melalui rasa senang dan ketertarikannya, maka akan memicu peningkatan prestasi belajar khususnya kemampuan pemahaman konsep, pemecahan masalah matematik maupun kemampuan afektif peserta didik.

B. Kajian Teori Mengenai Pembelajaran Berbasis Tehnologi
Pembelajaran matematika berbasis tehnologi, baik itu menggunakan kalkulator grafik, komputer, sistem multi media, web-jaringan tinggi serta tehnologi lainnya adalah salah satu pembelajaran yang dapat disajikan untuk memicu konstruktivis peserta didik dalam membangun suatu konsep matematika dan menerapkannya dalam mencari solusi yang dihadapi peserta didik, hal ini senada dengan pendapat Mayer (Su dan Lee, 2005) yang menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran berbasis teknologi dapat memunculkan pembelajaran yang bersifat konstruktif dan memungkinkan siswa untuk menemukan pemecahan suatu masalah dengan mudah.
Menurut Kastberg dan Leatham (2005), kalkulator grafik pertama kali di gunakan pada tahun 1985 dan beberapa tahun kemudian para pendidik matematika mulai melakukan studi tentang cara dan pengaruh alat ini pada pengelolaan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, pemanfaatan akses kalkulator grafik seharusnya digunakan sebagai fasilitas untuk memahami suatu konsep matematika bukan sebagai alat hitung semata.
Demana & Waits (Serhan, 2006) menyatakan bahwa kalkulator-kalkulator grafik memberi penawaran untuk memecahkan suatu masalah yang cakupannya luas, tidak dibatasi lagi oleh ketrampilan-ketrampilan aljabar dan aritmetika siswanya. Bahkan Dick, Fey (Serhan, 2003) berpendapat bahwa penggunaan peralatan kalkulator grafik di dalam instruksi pengajaran matematika akan memberi peluang siswa dalam mengeskplorasi suatu jangkauan fungsi secara lebih luas. Alat ini mendorong siswa melakukan multiple representasi secara mudah, melakukan pengujian dan eksplorasi matematis, mempromosikan satu pendekatan elementer analitis secara visual, serta memonitor kemajuan di dalam memecahkan suatu permasalahan. Selain itu, penggunaan kalkulator grafik, akan meminimalkan waktu dalam membuat suatu manipulasi simbolis, sehingga pembelajaran matematika akan meningkatkan waktu untuk memecahkan masalah dan aplikasi-aplikasi suatu konsep matematika.
Pemakaian alat teknologi seperti kalkulator grafik yang dirancang sesuai dengan pembelajaran suatu konsep matematika dan karakteristik sekolah, maka siswa akan lebih bertanggung jawab dalam akselaris pembelajarannya. Oleh karena itu, dinamika aktivitas kelas lebih aktif, lebih banyak diskusi, konsep ditanamkan secara inquiri dan pembelajaraan dilakukan secara kooperatif multi arah dan dimensi. Dengan demikian peranan tehnologi selain sebagai alat bantu perhitungan, dapat juga digunakan sebagai alat untuk membangun konsep-konsep matematik, hal ini sesuai dengan pendapat Thomas dan Sullivan (Arnold dan Lawson, 2003) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan tehnologi/komputer dalam kelas-kelas matematika dapat membantu siswa untuk memahami konsep-konsep abstrak.
Terlebih dengan makin merambahnya tehnologi dalam globalisasi dunia pendidikan, maka pembelajaran konstruktivisme berbasis teknologi mau tidak mau harus dilakukan sebagai sebuah alternatif pembelajaran matematika. Zorn (Arnold dan Lawson,2003) menyatakan bahwa teknologi komputer membuat revolusi dalam pembelajaran pendidikan matematika, bahkan Koarndt (Su dan Lee, 2005) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis komputer dan multimedia sangatlah penting, tidak hanya dalam pendidikan formal tetapi dalam konteks pendidikan kejuruan lainnya.
Pembelajaran konsep matematika yang menggunakan tehnologi, dapat meningkatkan rasa ketertarikan siswa, dan sifat enjoyment peserat didik dalam mempelajari konsep-konsep matematika selanjutnya. Oleh karena itu, aplikasi penggunaan tehnik-tehnik yang lebih mahir serta perencanaan pembelajaran konsep matematika dengan berbasis tehnologi terus dikembangkan oleh para ahli. Usaha-usaha tersebut adalah logis, karena menurut Nooriafshar (2004) berdasarkan bukti penelitian sejak tahun 1996 hingga tahun 2000 terungkap bahwa 50% siswa tidak dapat menyerap materi pelajaran selama kegiatan belajar mengajar, bahkan menurut hasil survei di Toowomba High School Students (THSS) mengungkapkan bahwa 39% siswa tahun ke-12 tidak merasakan pembelajaran matematika secara menyenangkan.
Walaupun pada umumnya para ahli berpendapat bahwa pembelajaran matematika berbasis tehnologi, kalkulator grafik dan komputer membawa efek yang positif terhadap hasil pembelajaran matematika, namun ada juga yang berpendapat sebaliknya. Clark, et.al (Arnold dan Lawson, 2003) menyatakan bahwa penggunaaan interaktif multi media tidak menemukan efek positif yang konsisten terhadap pembelajaran matematika, begitu pula Rieber (Su dan Lee, 2005) ia menyatakan bahwa animasi program komputer tidak dapat membantu dan memfasilitasi efektifitas proses pembelajaran matematika, bahkan Lin dan Dwyer (Su dan Lee, 2005) menunjukan bahwa animasi tidak efektif dalam hal biaya atau strategi untuk meningkatkan prestasi siswa dalam pencapaian pengetahuan berdasarkan intruksi web dan objek yang dilakukan.
Kasberg dan Leatham (2005) menemukan bahwa akses kalkulator grafik membentuk sebuah kritikan bagi guru – guru matematika SMP Amerika, walaupun demikian hal ini menjadi dasar dimensi bagi partisipasinya guru, tentang keyakinan penggunaan tekhnologi di ruang kelas.
Seperti halnya pembelajaran matematika yang berbasis tehnologi, evaluasi pembelajaran matematika mempunyai alternatif asesmen lain yang berbeda seperti pada umumnya asesmen yang sering dilakukan dengan menggunakan pinsil dan kertas. Kinzer, Cammak serta Morgan & O’Rielly (Nguyen, 2005) menyatakan bahwa penilaian berbasis-web melalui pembelajaran jarak jauh, di dalam kelas, atau di lab komputer memungkinkan guru memonitor kemajuan siswa, memungkinkan siswa menilai diri sendiri (self-asses) dan mengatur sendiri (self-regulate), serta menjadi pembelajar yang mengarahkan sendiri (self-directed).
Selanjutnya, menurut Allen (2001), Lin (2002) dan Chung dan Baker (2003), penilaian berbasis-web memperkenalkan siswa pada cara yang menggairahkan dalam belajar dan memperkenalkan guru pada alat yang sangat kuat dalam menilai kemajuan siswa.
Menurut pengkajian dari Middleton dan Spanias, 1999; Beevers, McGuire, Sterling, dan Wild, 1995 (Nguyen, 2005) praktek evaluasi berbasis-web dapat menciptakan konteks belajar dan penilaian yang berbeda, dan menghasilkan pendekatan yang fleksibel dalam pembelajaran dan evaluasi. Pendekatan yang fleksibel ini memungkinkan siswa menerima informasi tepat waktu mengenai perbaikan dan penyesuaian mereka. Disamping itu, agar sukses dalam pembelajaran berbasis web atau e-learning Sumarmo (2006) merekomendasikan peserta didik seharusnya : a) have a high selft regulated learning, b) have their own objectives, c) select learning materials and ways of learning, d) select and solve learning tasks, e) reflect and self-evaluate their learning progress. Dengan demikian, maka kondisi-kondisi tersebut mengharuskan para pendidik untuk mengembangkan materi pembelajaran yang beragam dan sesuai dalam memenuhi kebutuhan belajar matematika peserta didiknya. Melalui pengkondisian ini, tentulah peningkatan hasil belajar berupa kemampuan pemahaman konsep, pemecahan masalah matematik dan afektif matematika siswa akan memberi peluang yang baik.
C. Hasil Penelitian
Berikut ini dikemukakan hasil-hasil penelitian tentang pembelajaran matematika berbasis tehnologi komputer, kalkulator grafik dan penilaian berbasis web dari peneliti-peneliti, seperti Arnold dan Lawson (2003), Nooriafshar (2004), Su dan Lee (2005), Kasberg dan Leatham (2005), Nguyen (2005) serta Serhan (2006).
Arnold dan Lawson (2003), meneliti tentang problem solving untuk masalah-masalah spasial, yaitu hidden cubes, mapping, rotasi, simetri, dan visualisasi. Subjek dalam penelitian ini adalah 52 orang siswa kelas 7 di Australia, terbagi dari 26 siswa-siswa yang bekerja secara berpasangan menggunakan komputer dengan program Working Mathematically Space (WMS) dan 26 siswa-siswa menggunakan pembelajaran dengan alat peraga konvensional. Dari 26 siswa tersebut dibagi kedalam 6 pasang siswa dibimbing guru, dan 7 pasang siswa tanpa pembimbingan guru, mereka diminta menyelesaikan suatu permasalahan problem solving.
Hasil penelitian mereka, menunjukan bahwa kemampuan problem solving siswa-siswa yang menggunakan program WMS tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kemampuan siswa yang menggunakan alat peraga konvensional, baik yang dibimbing guru maupun yang tidak dibimbing guru dalam menyelesaikan masalah-masalah spasial tersebut.
Berbeda dengan hasil penelitian Arnold dan Lawson, penelitian kualitatif oleh Nooriafshar (2004) menunjukan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan program dinamik melalui metode general porpose dan adopsi general porpose tabel serta generalised recursive formula (GRF) dengan multimedia ternyata memberikan respon yang positif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas 3 SMA di Toowomba Australia, sedangkan instrumen yang digunakannya berupa masalah kontekstual program dinamik.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa siswa-siswa belajar matematika secara menyenangkan, dan hasil pencapaian kemampuan matematika topik dinamik programing terus meningkat, lebih dari 95% hasil penilaian siswa sangat memuaskan, 52% siswa lebih menyukai pembimbingan dalam mencari solusi, 55% siswa menyukai pengunaan grafik, animasi dan corak secara visual, 95 % siswa umumnya sukses menggunakan GRF setelah mengerjakan 2 sampai 3 kali contoh masalah program dinamik. Selain itu terungkap bahwa siswa belajar menjadi lebih mudah sekalipun mempelajari topik matematika yang relatif tinggi/sulit.
Su dan Lee (2005), melakukan penelitian eksperimen, mereka meneliti tentang pemahaman konsep mahasiswa tentang topik limit dengan menggunakan tehnologi multimedia. Mereka mengunakan subjek penelitian dengan sampel 96 mahasiswa jurusan bisnis manajemen yang terbagi kedalam dua kelompok, yaitu 50 mahasiswa melakukan pembelajaran topik limit dengan menggunakan buku teks dan 46 mahasiswa menggunakan teknologi multimedia. Instrumen yang digunakan meliputi 3 jenis pertanyaan, yaitu: a) Tiga pertanyaan tentang pengetahuan limit, b) Lima pertanyaan tentang kemampuan berpikir rasional, c) Dua pertanyaan tentang aplikasi limit. Selain itu, dalam mengumpulkan informasi tentang sikap mahasiswa, yaitu sikap belajar mahasiswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan tehnologi multi media, sikap guru selama pembelajaran, sikap lingkungan belajar terhadap multimedia, sikap mahasiswa terhadap evaluasi diri dan hasil belajar, peneliti menggunakan instrumen penilaian skala lima tingkatan dari Likert.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mahasiswa yang menggunakan tehnologi multimedia lebih baik pemahaman limitnya dibandingkan mahasiswa yang tidak menggunakan multimedia, selain itu berdasarkan hasil dari skala sikap mahasiswa kelompok eksperimen memberi hasil respon yang positif.
Serhan (2006), melakukan gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif tentang perbandingan pemahaman konsep derivatif di suatu titik, antara mahasiswa yang menggunakan kalkulator grafik dengan yang tidak menggunakannya. Sampel penelitian ini, yaitu 71 mahasiswa semester 1 program sarjana di dua universitas USA yang berbeda, terdiri dari 24 mahasiswa menggunakan kalkulator grafik dan 47 mahasiswa tidak menggunakan kalkulator grafik. Selain itu 11 mahasiswa, 5 mahasiswa kelas eksperimen dan 6 mahasiswa di kelas tradisional melakukan wawancara. Instrumen pretes dan postes sebanyak 11 soal berbentuk uraian, tes dilakukan selama 50 menit. Soal tes bertujuan agar siswa dapat menemukan tingkat perubahan rerata, nilai derivative, serta arti konsep derivative pada suatu titik. Sebagian pertanyaan dari test ini diambil dari riset studi-studi derivative, dari Orton (1983), Zandieh (1997), dan Serhan (2006). Selain itu, untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat pengembangan, pemahaman dan gambaran konsep derivatif mahasiswa, digunakan instrumen wawancara yang terdiri dari 8 Probing Question tentang konsep derivatif yang dilakukan secara terbuka.
Berdasarkan hasil tes setelah pembelajaran, ternyata pemahaman konsep kalkulus mahasiswa tentang derivatif disuatu titik yang mengunakan kalkulator grafik lebih baik hasilnya dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan kalkulator grafik. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa, kedua kelompok penelitian tidak berbeda dalam hal : a)membangun suatu kesan visual tentang derivative pada suatu titik sebagai kemiringan dari garis singgung pada titik tersebut, b) penguasaan aturan turunan dan menggunakannya dalam menemukan derivative dari suatu fungsi pada suatu titik yang spesifik, c) kebanyakan mahasiswa tidak mampu menggunakan definisi secara simbolis tentang derivative pada suatu titik secara benar. Walaupun demikian ternyata mahasiswa yang menggunakan kalkulator grafik pada umumnya mengevaluasi derivative dengan suatu tabel dari nilai fungsinya dan mengunakan titik-titik magnifikasi yang berbeda dalam membuat grafik, serta pada umumnya mahasiswa mampu membuat koneksi antara tingkat perubahan rerata dan tingkat perubahan sesaat. Dengan demikian penggunaan kalkulator grafik, memungkinkan juga untuk meminimalkan waktu dalam membuat suatu kemampuan manipulasi simbolis siswa, sehingga dalam pembelajaran matematika akan meningkatkan waktu untuk memecahkan masalah dan aplikasi-aplikasi suatu konsep matematika.
Kasberg dan Leatham (2005), melakukan penelitian studi literatur tentang aspek kalkulator grafik, penempatan kalkulator grafik dalam kurikulum matematika dan koneksi antara kalkulator grafik dengan praktek pedagogik. Penelitian survey ini ditujukan pada penelitian-penelitian akses kalkulator grafik yang diasosiasikan dengan peningkatan penilaian siswa dan keluasan dari pendekatan problem solving terhadap guru-guru dan calon guru serta siswa-siswa dari jenjang SD, SMP hingga perguruan tinggi di USA.
Hasil penelitian memberi kesan bahwa penilaian siswa memberi efek yang positif ketika mereka menggunakan kurikulum yang di-disain menggunakan kalkulator grafik sebagai alat utama dalam pembelajaran matematika, selain itu penelitian pada guru yang menggunakan kalkulator grafik mengilustrasikan pengaruh yang kuat terhadap profesionalisme, pengetahuan kemampuan matematika siswa dan penggunaan kalkulator pada pembelajarannya.
Berkaitan dengan penelitian mengenai penilaian berbasis tehnologi, Nguyen (2005) meneliti perbandingan prestasi belajar siswa tentang penguasaan konsep siswa tentang perhitungan pecahan dalam bentuk kontekstual. Subjek penelitian adalah 95 orang siswa-siswa sekolah menengah pertama di Texas bagian tenggara USA, terdiri dari 50 orang siswa tingkat tujuh (kelas 1 SMP) dan 45 orang tingkat delapan (kelas 2 SMP) dengan 41 orang siswa perempuan dan 54 orang siswa laki-laki. Komposisi rasialnya adalah 12% Afrika Amerika, 25 % Hispanic, dan 63 % kulit putih. Semua siswa, kecuali satu, pandai berbicara bahasa inggris. Siswa dari enam kelas matematika secara acak ditetapkan kedalam dua kelompok perlakuan dalam masing-masing kelas. Setengah siswa dalam setiap kelas berpartisipasi dalam pembelajaran dan praktek berbantuan basis-web dan menghabiskan waktu prakteknya di lab komputer. Setengah dari sisanya dikelas dan melakukan praktek pembelajaran tradisional dengan bimbingan guru matematika selama waktu praktek pekerjaan rumah. Sesi praktek ini berakhir 30 menit setiap hari, tiga kali seminggu selama tiga minggu. Instrumen untuk mengetahui kemampuan konsep pecahan dan desimal menggunakan tes tentang perhitungan pecahan dan desimal dalam bentuk kontekstual. Sedangkan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan penilaian berbasis tehnologi menggunakan angket skala lima yang diadaptasi dari Instrument for Assessing Educator Progress in Technology Integration from the University of North Texas.
Hasil penelitian ternyata prestasi siswa-siswa yang menggunakan pembelajaran dan praktek penilaian berbasis tehnologi web dan komputer memberikan hasil kemampuan matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan tehnologi berbasis web dan komputer. Selain itu berdasarkan hasil angket ternyata 94% siswa (46 dari 49 siswa) lebih menyukai praktek pemebelajaran dan penilaian berbasis-web.

D. Diskusi Hasil Penelitian
Dari penelitian Arnold dan Lawson (2005) ditemukan bahwa siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan komputer pada program WMS ternyata hasil belajarnya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang menggunakan alat peraga konvensional. Mananggapi hal ini penulis menduga bahwa akses-akses kemampuan siswa dalam menggunakan software komputer bisa jadi belum dikuasai siswa, selain itu perlu dikaji tingkat kemudahan/kesulitan penggunaan software WMS-nya. Instrumen matehmatical task problem solving harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Dalam memilih matehmatical task, Sumarmo (2006) berpendapat bahwa tugas-tugas tersebut dapat merupakan proyek pertanyaan, soal, konstruksi, penerapan, atau latihan soal. Pemilihan tugas harus dilakukan dengan pertimbangan ; matematika yang relevan; pemahaman minat dan pengalaman belajar siswa; cara belajar siswa.
Hasil penelitian Nooriafshar (2004) yang menyoroti tentang pemaksimalan pembelajaran program dinamik secara lebih mudah dan menyenangkan, mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika dengan berbasis tehnologi tetap memerlukan kuantitas latihan dan bimbingan guru dalam mengerjakan tugas dan praktek latihan menyelesaiakan suatu permasalahan. Selain itu karena penelitian Nooriafshar (2004) bersifat kualitatif pada sebuah sampel dengan topik dinamik programing, maka perlu adanya bentuk penelitian dan subjek yang lain, yang menggabungkan pembelajaran matematika berbasis tehnologi/multimedia dan pembelajaran berbantuan/bimbingan guru.
Su dan Lee (2005), melakukan penelitian eksperimen, mereka meneliti tentang pemahaman konsep mahasiswa tentang topik limit dengan menggunakan tehnologi multimedia, serta melihat kemampuan afektifnya menggunakan skala lima dari likert. Namun penulis berpendapat bahwa sistem multimedia ataupun pembelajaran berbasis tehnologi harus bisa meningkatkan keberadaan materi pelajaran, artinya multi media pendidikan dapat berperan sebagai tools serta memudahkan penanaman konsep matematika. Dengan demikian, melalui pendisainan animasi dan simulasi, serta penggunaan grafik, animasi dan corak visuilnya, maka pembelajaran matematika dapat dilakukan secara interaktif, menyenangkan, sehingga pembelajaran akan memberikan hasil kemampuan kognitif dan afektif yang lebih baik dan positif dari peserta didik. Selain itu, untuk melihat kemampuan afektif peserta didik dapat menggunakan skala Likert 4 pilihan, hal ini dimaksudkan untuk menggiring teste agar berpihak pada pilihan positif atau negatif dari suatu pernyataan, dengan demikian opstion pilihan ragu-ragu atau ketakberpihakan siswa terhadap suatu pernyataan dapat dihilangkan.
Secara pedagogik, Kasberg dan Leatham (2005) mengusulkan adanya pelatihan bagi para calon guru dan guru matematika tentang personal filosofis dan keyakinan tentang penggunaan kalkulator grafik agar pembelajaran matematika dapat berjalan efektif. Artinya para guru membutuhkan pengalaman dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan kalkulator grafik secara konstruktivisme sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa kemampuan pemahaman konsep matematika, pemecahan masalah dan kemampuan afektifnya.
Selain itu menurut hasil penelitian Serhan (2006), kalkulator grafik sebagai salah satu hasil tehnologi yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika, dapat berperan untuk memudahkan serta menggiring para siswa dalam mengkonstruksi konsep derivatif. Namun untuk penggeneralisasian pada high order thinking lainnya, seperti kemampuan komunikasi, penalaran siswa, dan pemecahan masalah, perlu adanya penelitian pada sampel dan topik materi lain. Selain itu untuk melihat peningkatan kemampuan afektif peserta didik terhadap proses pembelajaran perlu digunakan tatacara pembuatan suatu pernyataan skala sikap dan perhitungan pengolahan data hasil skala sikap dengan tehnik yang lebih mahir, misalnya seperti pengolahan data kualitatif yang dikuantitatifkan.
Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian Serhan (2006), ternyata bahwa kedua kelompok penelitian tidak mampu menggunakan definisi secara simbolis tentang derivative pada suatu titik secara benar. Hal ini disebabkan karena pemahaman prasyarat seperti perbandingan, limit, dan fungsi tidak dikuasai mahasiswa dengan baik, untuk itu perlu kiranya penelitian pembelajaran matematika yang menggunakan kalkulator grafik ataupun berbasis tehnologi lainnya memperhatikan kemampuan prasyarat dari suatu konsep matematika peserta didik sebelumnya.
Nguyen (2005), meneliti meneliti tentang perbandingan prestasi belajar siswa tentang penguasaan konsep siswa tentang pecahan dan desimal melalui pembelajaran dan penilaian berbasis web dan komputer. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa kemampuan pemahaman dan sikap siswa yang menggunakan pembelajaran dan penilain berbasis web dan komputer lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional, namun perlu juga diteliti peningkatan kemampuan pemecahan masalah, serta faktor-faktor lain yang menyebabkan prestasi siswa meningkat. Selain itu, pengawasan, pelaksanaan pembelajaran serta evaluasinya harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip pedagogis.

E. Kesimpulan
Pembelajaran matematika berbasis tehnologi harus dirancang sesuai dengan materi ajar, mathematical task, kondisi dan kemampuan siswa terhadap akses tehnologi yang digunakan, tingkat perkembangan mental dan kemampuan awal/materi prasyarat peserta didik, serta sarana dan prasarana yang tersedia serta aspek-aspek pedagogis, sehingga penyajian suatu materi konsep dapat diikuti dengan baik.
Gabungan antara peranan guru dan sistem pembelajaran matematika berbasis tehnologi, nampaknya akan menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan kualitas proses dan kemampuan pemahaman konsep, pemecahan masalah dan kemampuan afektif/sikap peserta didik.
Pembelajaran matematika berbasis tehnologi merupakan suatu alat yang efektif dalam menguatkan proses belajar siswa. Proses kegiatan belajar mengajarnya akan meminimalkan waktu belajar peserta didik, waktu yang tersedia bisa dimanfaatkan untuk mempelajari materi/konsep lain atau praktek latihan mathematical task, sehingga akan memberi peluang peserta didik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik.
Sikap dan minat siswa dalam pembelajaran matematika dengan berbasis tehnologi pada umumnya positif, sikap dan minat siswa yang baik ini akan menjadi pemicu pembelajaran yang efektif dan efesien, melalui pembelajaran yang efektif dan efesien tentu akan meningkatkan kemampuan pemahaman konsep, pemecahan masalah dan kemampuan afektif matematika peserta didik.


Daftar Pustaka
Arnold, L dan Lawson, M (2003). Spatial Problem-Solving in Year 7 Mathematics: An Examination of the Effects of Use of a Computer-Mediated Sofware Program. Matehematics Education Research Journal th 2003, Vol.15, No2,187-202.
Su dan Lee (2005). Anew Evaluation for Integrating Multimedia Technology with Science S tudent Perpormance in Mathematical Limit Teaching. World Transaction on Engineering and Technology Education Vol. 4 No 2.UICEE.
Kastberg, S., & Leatham, K (2005). Research on Graphing Calculators at the Secondary Level: Implications for mathematics teacher education. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education [Online serial], 5(1). Tersedia : http://www.citejournal.org/vol5/iss1/mathematics/article1.cfm (29 November 2007).
Malabar, I dan Pountney, D.C (2002). Using Technology To Integrate Constructivism and Visualisation In Mathematics Education. Proceeding of th 2nd International Conference on the 2002, Journal Research of Mathematics Education.
Nooriafshar, M (2004). The Use of Inovative Teaching Methods for Maximising The Enjoyment From Learning. International Journal for Mathematics Teaching and Learning. Tersedia : http://www.usq.edu.au/users/mehryar. ( 5 September 2007).
Serhan, D (2006). The Effect of Graphing Calculators Use on Students Understanding of the Derivative at a Point. IJMTL. Tersedia : http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/serhan.pdf (10 Desember 2007).
Sumarmo, U (2006). High Level Mathematical Thinking: Experiments With High School and Undergraduate Students Using Various Approaches and Strategies. Paper Presented at The First International Confrence on Mathematics and Staistics (IcoMS-1). Bandung, West-Java, Indonesia, June 19-211,2006

Tidak ada komentar: